oleh

Racauan Seorang Istri

Aku sudah menjadi wanita rumah tangga dengan anak yang sudah berumur 8 tahun namaku Wati, aku menikah tentunya dengan suaminya yang benar saling mencintai dan restu orang tua, antara aku dan suamiku soal hubungan seks m=normal normal saja, malah yang aku rasakan makin erat hubungan kita karena setiap hari kami hamper melakukan kegiatan seks.

 

Selain itu dilingkungan tetangga kami, aku dikenal sebagai sosok isteri yang baik, ramah, setia, dan alim. Pokoknya tidak ada satupun berita miring tentang aku.

Seiring dengan perkembangan waktu, pekerjaan suami pun semakin sibuk karena karir suami saya dikantornya sedang melonjak pesat. Hal itu membuat suami saya harus bekerja dari pagi sampai malam sehingga sampai dirumah sudah kecapaian, bahkan kadang-kadang harus keluar kota untuk beberapa hari karena urusan kantornya, membuat hubungan seks kamipun berkurang drastis.

Apabila dahulu kami melakukannya hampir tiap hari sekarang paling banyak satu kali dalam sebulan. Saya pribadi memakluminya dan mencoba untuk bersabar, toh ini demi kebaikan masa depan rumah tangga kami juga.

Sikap suami saya yang dahulu sangat perhatian dalam keluarga menjadi berkurang, saya sadar ini bukanlah karena sikapnya yang berubah tetapi karena tuntutan pekerjaan yang membuatnya lebih banyak mencurahkan perhatiannya pada tugas-tugasnya.

Tetapi saya tetaplah wanita yang membutuhkan kasih sayang, perhatian dan belaian dari seorang suami. Terus terang (hal ini baru saya ketahui akhir-akhir ini) bahwa saya memiliki nafsu seks yang cukup besar.

Hingga pada suatu hari. . .

Hari itu hari minggu, suami saya akan berangkat keluar kota mengurus kerjaannya untuk waktu tiga hari. Dia pamit pada saya pagi itu. Setelah suami saya pergi, saya pun berangkat ke rumah sakit untuk perawatan gigi yang memang saya lakukan setiap enam bulan sekali. Sedangkan anak saya tinggal dirumah dengan ditemani pembantu.

Sampai dirumah sakit saya pun mengambil nomor antrian dan duduk sambil menunggu nomor antrian saya dipanggil. Tepat diseberang saya berjalan seorang pria yang dari tadi selalu melirikkan matanya pada saya. Tak lama kemudian pria itu menghampiri saya, setengah berteriak dia berkata…

“ Wati ya?”

Saya tertegun sejenak dan berpikir darimana dia tau nama. Kemudian saya menjawab…

“Iya, saya wati… anda siapa ya?”

“Kamu lupa ya? saya kakak kelasmu sewaktu SMU dulu!”

Setelah saya amati wajahnya akhirnya…

“Lutfi ya?”

Dia mengangguk dua kali.

“Ya ampun, Lutfi… aku pangling maaf ya…”

“Gak apa-apa aku juga tadi agak lupa sama kamu… mmh ngapain nih?” Tanya Lutfi

“Ini aku mau Check up gigi” Jawabku. “Kamu ngapain?” Tanyaku lagi

“Aku habis menjenguk teman sakit, antrian mu masih lama ya?”

“Lumayan, antrianku nomor 52 dan sekarang masih nomor 47” jawabku.

“Kamu sendirian?” Tanyanya.

“Iya”

“Aku dengar kamu sudah nikah, suamimu mana?”

“Suamiku gak bisa ikut ngantar, soalnya lagi sibuk” Jawabku singkat.

“Ya sudah, aku temenin deh” Jawabnya.

“Nggak usah Lutfi, aku nggak apa-apa kok sendirian” Tolakku.

“Ah.. nggak apa-apa kok, lagian ini kan hari minggu aku lagi nggak ada kerjaan” Jawabnya setengah memaksa. “Kita kan baru ketemu setelah lama pisah, pengen nborol-ngobrol sama kamu, boleh kan?” sambungnya.

“Ya deh, asal nggak mengganggu waktumu aja” Jawabku.

Kami pun larut dalam obrolan-obrolan panjang yang mengasyikkan, kami mengobrol kenangan masa-masa SMU dulu. Topik yang sangat mengasyikkan bagiku. Perlu diketahui Lutfi ini adalah kakak kelasku sewaktu SMU dulu, hubungan kami hanya sebatas teman, tidak lebih. Bahkan sudah menjadi seperti hubungan abang-adik.

Obrolan kami pun terhenti saat suster jaga memanggil nomor antrianku dua kali. Kemudian aku berkata kepada Lutfi…

“Lutfi, kamu nggak perlu nungguin aku”

“Ah.. nggak apa-apa biar aku tungguin aja kamu disini, lagian kamu kan nggak bawa kendaraan biar nanti aku antarin kamu pulang, kebetulan aku bawa mobil” Jawabnya.

Memang di sela-sela obrolan kami tadi dia sempat bertanya apa kendaraanku kesini, dan aku jawab naik angkot.

Akhirnya aku biarkan dia menunggu, dan aku pun masuk keruang periksa. Kurang lebih satu jam kemudian aku pun keluar, karena check up gigiku sudah selesai. Kulihat Lutfi masih menunggu. Setia juga cowok ini nungguin aku hampir satu jam seperti ini bahinku, coba suamiku mau nungguin aku seperti ini bathinku lagi. Sayangnya suamiku sudah nggak punya lagi waktu untukku.

“Maaf ya Lutfi lama nunggunya” Kataku.

“Nggak apa-apa kok, jangankan satu jam, setahun pun aku tungguin” Jawabnya.

Aku berpikir apa maksudnya menjawab seperti itu, mudah-mudahan dia tidak sedang merayuku. Aku pun membalas dengan senyuman.

“Mau pulang sekarang?” Tanyanya?

“Terserah kamu”

“Ok, yuk” Katanya.

Sesampainya didalam mobil. Dia pun menyalakan mobil dan beranjak pergi dari rumah sakit. Dalam perjalanan dia menceritakan kalo mobil tersebut bukanlah mobil pribadinya melainkan mobil perusahaan yang dipinjamnya.

Dia juga menceritakan kalo dia bekerja pada sebuah perusahaan supplier alat-alat bangunan, dan dia menjabat sebagai Supervisor. Walaupun sebagai Supervisor, kerjaanya bukan hanya duduk-duduk saja, tetapi juga membantu buruh kasar mengangkat alat-alat berat.

Begitu ceritanya. Pantas badannya besar dan kekar kayak gitu, bathinku. Tanpa sadar aku membayangkan bentuk badannya dibalik kaos ketatnya itu, mendadak nafasku menjadi berat. Lamunanku dikejutkan oleh suaranya yang besar. Untung saja suaranya memecahkan lamunanku kotorku, kalau nggak bisa gawat bathinku.

“Rumahmu dimana wat?” Tanyanya.

Kusebutkan alamatku padanya, yang memang lumayan jauh.

“Wah berarti kalo mau kerumahmu melewati rumahku dulu dong, kamu mau mampir kerumahku dulu? Kebetulan aku tinggal sama kakak perempuanku Nita, kamu juga kenalkan?”

Mendengar dirumahnya dia tidak tinggal sendirian tetapi bersama kakaknya, aku pun meng-iya-kan.
“Boleh deh, sekalian pengen ketemu sama kak Nita udah lama gak ketemu” Jawabku.

Tak berapa lama kemudian kami sampai dirumah Lutfi. Rumahnya kecil saja, tetapi cukup rapi halamannya ditumbuhi berbagai macam-macam bunga yang membuat rumah mungil itu tampak asri.

Sampai didalam rumah kami disambut kak Nita yang masih seperti dulu tetap ramah dan bersahabat, kemudian kak Nita mempersilahkan aku duduk disofa biru dalam rumahnya.

“Mau minum apa Wat?” Sapa kak Nita.

“Nggak usah repot-repot kak, nanti aku ambil sendiri kalau pengen” Jawabku padanya. Memang dari dulu aku sudah lumayan akrab dan tidak canggung lagi dengan keluarga besar Lutfi.

“Ya sudah, kakak kebelakang dulu ya kebetulan tadi lagi masak” Jawab kak Nita sambil beranjak kebelakang tampaknya menuju dapur.

“Wat, istirahat aja dulu ya, aku masuk dulu sebentar” Sapa Lutfi yang sejak tadi diam.

“Iya Lutfi..” Jawabku.

Pandanganku menyapu seluruh ruang tamu itu, tampak beberapa buah foto Lutfi bergantung didinding ruangan itu. Tak ada foto wanita lain selain foto kak Nita sebuah dan foto ibu dan bapaknya Lutfi. Berarti benar yang dikatakan Lutfi sewaktu ngobrol dirumah sakit tadi, kalo dia memang belum menikah.

Bosan sendirian aku pun bermaksud kebelakang untuk menemui sekalian membantu kak Nita didapur. Rupanya dapurnya berada jauh dibelakang karena harus membelok lagi kekiri. Belum sampai kaki menuju dapur terdengar suara desiran air dari kamar mandi sebelah kananku yang terbuka sedikit. Secara reflek mataku mamandang kearah itu.

Wow… aku terkejut setengah mati melihat Lutfi sedang kencing di dalam kamar mandi. Tetapi bukannya berpaling kearah lain mataku justeru melotot memandang rodal Lutfi yang walaupun tidak sedang tegang tampak besar dan panjang, terlintas diotakku gimana gedenya rodal itu kalau sedang tegang.

Seketika itu juga CD ku terasa lembab, pasti dikarenakan cairan vaginaku yang keluar. Lutfi yang dari tadi tidak sadar kalau rodalnya sedang kupandangi, akhirnya terusik dengan kehadiranku. Dia memalingkan wajahnya kearahku, terjadi kontak mata sebentar antara aku dan Lutfi, dia terkejut dan gelagapan tak menyangka sedang kupandangi.

Tanpa mengeluarkan kata-kata aku pun beranjak meninggalkan Lutfi menuju kedapur yang menjadi tujuan awalku.

Dadaku berdegup kencang antara perasaan malu, menyesal, dan ah… bodohnya aku rupanya aku jadi terangsang juga olehnya. Mengapa aku menjadi terangsang melihat rodal lelaki lain selain suamiku.

Apa karena sudah hampir satu bulan ini aku tidak diberi jatah oleh suamiku. Se-alim apapun dan sehebat apapun aku menahan gejolak ini, aku tetaplah wanita yang memang butuh akan hal yang satu itu. Hal ini tidak dapat kupungkiri.

Setelah membantu kak Nita memasak, akupun kembali keruang tamu. Kudapati Lutfi sedang duduk di sofa sambil membaca koran. Rasa maluku bertambah saat bertemu Lutfi diruang tamu. Tapi tanggapan Lutfi sungguh berbeda dari yang aku pikirkan.

Lutfi seolah-olah tidak peduli akan hal itu, seolah tidak terjadi apa-apa. Setelah suasana kuanggap tenang, aku pamit pulang dengan diantarkan Lutfi. Setelah sampai, Lutfi tidak mampir dia langsung meluncur kembali. Sesampainya dirumah aku langsung mandi, kucoba melupakan apa yang terjadi barusan.

Paginya, seperti biasa aku mengantarkan anakku pergi kesekolah setelah itu aku pulang kembali kerumah. Baru saja aku masuk kedalam rumah, tiba-tiba pembantuku minta ijin untuk pulang kampung karena ayahnya sakit keras. Jarak dari kota menuju kampung halamannya memakan waktu kurang lebih 5-6 jam perjalanan sehingga mengharuskan dia bermalam disana.

Akupun mengijinkannya dan memberikan dia sedikit uang saku untuk keperluannya, dia pun menjanjikan akan segera pulang setelah kondisi ayahnya membaik.

Jam 9 pergilah pembantuku menuju kampung halamannya dengan menggunakan bis, sekarang tinggal lah aku sendirian dirumah. Disaat sendirian seperti ini, aku kembali merasa kesepian sehingga kejadian kemarin kembali terlintas.

Terbayang dibenakku Badan Lutfi yang tegap, otot-ototnya yang kekar, dadanya yang bidang, dan rodalnya yang besar ah… mengapa aku jadi begini, mengapa aku begitu terangsang mengingatnya. Semua bayangan itu membuat payudaraku mengeras, otot-otot vaginaku berkontraksi, kemudian dalam hitungan menit akupun orgasme.

Sepertinya aku tergila-gila kepada Lutfi kakak kelasku tersebut. Aku tahu ini salah, tapi sungguh aku tak dapat menahannya.

Siangnya kujemput anakku dari sekolahnya, tetapi dua jam kemudian anakku kembali kesekolah untuk mengikuti les tambahan pelajaran yang memang setiap sore diikutinya.

Sore itu hujan turun dengan lebat sekali, kembali aku sendirian dirumah. Daripada bosan dan memikirkan yang nggak-nggak akhirnya kuputuskan untuk menonton film DVD. Kucari-cari koleksi film-film suamiku, setelah memilih-milih kuputuskan untuk menonton film yang dibintangi aktris paforitku Angelina Jolie yang berjudul Original Sin (mungkin ada beberapa pembaca yang sudah menonton film ini, bagi yang belum kusarankan jangan menontonnya he..he..). Baru saja kuputar film tersebut di DVD Player, tiba-tiba ada yang mengetok pintu. Akupun melangkah untuk membukakan pintu.

“Eh.. Lutfi, silahkan masuk” Tak kusangka Lutfi main kerumahku sore itu, kupersilahkan dia masuk dan duduk diruang tamu.

“Lagi nonton ya Wat?” Tanya Lutfi. (Memang TV kami berada diruang tamu)

“Iya” Jawabku

“Film apa?”

“Nggak tahu tuh.. judulnya Original Sin” Jawabku lagi. (Awalnya aku memang nggak tahu cerita dari film tersebut)

“Kamu hobby nonton juga ya” Sambungnya.

“Kadang-kadang sih”

“Kok sepi, mana anakmu” Tanyanya.

“Anakku lagi les disekolah”

“Suamimu belum pulang ya?” (Lutfi memang sudah tahu kalau suamiku sedang pergi keluar kota dari obrolan kami kemarin)

“Belum Lutfi, mungkin besok kalau pekerjaannya sudah selesai”

“Berarti kamu sendirian dong, aku jadi nggak enak nih” Kata Lutfi.

“Nggak enak kenapa?” Tanyaku balik.

“Ya kamu kan lagi sendirian, nggak enak dong aku cowok main disini” Jawabnya.

“Nggak apa-apa kok” Jawabku “ Baru pulang kerja Lutfi?” Tanyaku.

“Iya nih, tadinya sih mau langsung pulang tapi karena kebetulan rumah kita satu jalur dan posisiku lebih dekat kerumahmu langsung aja aku main, sekalian berteduh nunggu hujan agak reda” Jawabnya.

“Tunggu sebentar ya Lutfi kubuatkan teh hangat biar nggak kedinginan”

“Ok deh, kalau nggak merepotkan”. Jawabnya. Aku hanya tersenyum.

Setelah teh selesai kuseduh, akupun kembali keruang tamu.

“Silahkan diminum Lutfi, mumpung masih hangat”

“Terimakasih ya Wat” Jawab Lutfi.

Sejurus kemudian kami pun mulai fokus pada film DVD yang sedang tayang didepan kami. Sementara hujan diluar semakin menjadi-jadi saja.

Beberapa saat kemudian tayangan film tersebut memasuki bagian yang hot, yaitu saat Angelina Jolie dan Antonio Banderas sedang bersetubuh. Ada rasa malu dalam diriku melihat tayangan tersebut, ingin kumatikan TV tetapi kulirik Lutfi sedang serius menonton, akhirnya kubatalkan niatku mematikannya dan akupun meneruskanmenonton film tersebut.

Semakin lama film tersebut semakin hot saja, tanpa sadar aku mulai terangsang menontonnya, ditambah cuaca hujan diluar sana membuat birahiku bergejolak.

Aku tak tahu apa yang dirasakan Lutfi saat ini, tapi aku yakin diapun juga sedang bergairah. Aku kagum juga dia mampu menutupinya dengan tetap diam dan tenang.

Karena birahiku sedang bergejolak tinggi, tanpa sadar tangan kiriku meremas tangan kanan Lutfi. Setelah sadar apa yang aku lakukan aku menarik tanganku, tetapi dengan sigap tangan Lutfi menahannya. Sekarang gantian tangan kanan Lutfi yang meremas tangan kiriku.

Aku kaget dan terpaku atas remasan tangan Lutfi pada tanganku, kemudian Lutfi mendekatkan tubuhnya padaku. Dan wajahnya semakin dekat dengan wajahku, Lutfi sepertinya akan mengecup bibirku.

Sebelum bibirnya menyentuh bibirku masih sempat aku berkata “Jangan Lutfi” tetapi tidak ada perlawanan sama sekali dari tubuhku, aku seakan mengharap bibirnya cepat-cepat menyentuh bibirku.

Sejurus kemudian mulut Lutfi mulai melumat bibirku, dimainkannya lidahnya dalam rongga mulutku, aku semakin terangsang, aku mulai lupa segalanya. Lumatan bibir Lutfi yang tadi hanya kubiarkan saja mulai kuberikan perlawanan, tapi saat ini bukan perlawanan tanda penolakan yang kuberikan tapi justeru lumatan mulut Lutfi kubalas dengan lumatan mulutku yang tidak kalah ganasnya.

Tak hanya sampai disitu, tangan Lutfi mulai beraksi meremas kedua buah payudaraku secara bergantian dari luar daster yang kugunakan. Tak terasa mulutku mulai mengeluarkan lenguhan nikmat oh..oh..

Aku semakin nekad saja, rodal Lutfi yang selama ini hanya bisa kubayangkan akhirnya kuremas dengan ganas dari luar celana jeansnya. Melihat reaksiku Lutfi pun semakin ganas, setelah puas melumat bibirku giliran leherku, telingaku, dan pundakku yang digarapnya.

Tidak sampai disitu tangan kanannya mulai mencari jalan masuk untuk meremas payudaraku secara langsung. Karena baju yang kupakai adalah baju terusan membuat aku harus mengangkat dasterku sampai kepinggang. Hal ini membuat paha mulusku terbuka, bukan itu saja CD putihku pun terlihat oleh Lutfi.

Keadaan ini tidak disia-siakan oleh Lutfi, tangannya mulai mengusap paha mulusku, kemudian vaginaku walau dari luar CD yang kugunakan, tangannya terus naik menelusup kedalam pakaianku dan kedalam BHku dan meremas kedua payudaraku secara bergantian. Nikmat sekali yang kurasakan akupun melenguh lagi “oooh.. Lutfi…”

Akupun semakin tergila-gila dibuatnya. Akupun mulai membuka ikat pinggang yang digunakan Lutfi, dia membantu menurunkan jeansnya sebatas lutut. Terlihat jelas oleh mataku tonjolan rodal Lutfi dari balik CD hitam yang digunakannya, bahkan kepala rodalnya agak menyembul sedikit keluar karena tak mampu ditutupi oleh CD nya.

Tanpa membuka terlebih dahulu CD yang dikenakan oleh Lutfi, ku selusupkan tanganku kedalam CD hitamnya, tanganku mulai meremas rodal Lutfi dari dalam CD hitamnya.

Lutfi menjadi gelagapan, diapun berdiri bermaksud melepas daster yang kugunakan. Belum sempat tangannya membuka dasterku, kutepis tangannya kemudian disaat dia berdiri kuturunkan jeans dan CD hitam yang dikenakan Lutfi.

Woow. . . asedikit histeris aku melihat betapa besar dan panjangnya rodal Lutfi dalam kondisi tegang seperti ini, sambil jongkok dilantai kudekatkan tubuhku ke tubuh Lutfi yang sedang berdiri. Tanganku mulai mengocok rodal besar Lutfi, sambil mengocok dan mengamati rodal Lutfi , tiba-tiba muncul perasaanku ingin sekali mengulum rodal gede itu.

Secara refleks kudekatkan wajahku ke rodalnya dan sejurus kemudian kumasukkan rodal besar itu kedalam mulutku tak dapat seluruh rodal Lutfi masuk kedalam mulutku saking panjangnya rodal itu, kemudian akupun mulai mengulum rodal besar dan panjang milik Lutfi tersebut. Kuperhatikan wajah dan mata Lutfi merem-melek merasakan sensasi akibat kulumanku pada rodalnya.

Beberapa saat kemudian Lutfi mengangkat tubuhku hingga berdiri. Dilepaskannya dasterku kemudian BHku dan terakhir CD putihku. Matanya melotot kearahah vaginaku yang ditumbuhi bulu-bulu lebat yang memang kubiarkan tumbuh.

Dalam kondisi telanjang bulat diangkatnya tubuhku diangkatnya kaki kiriku dan diletakannya diatas meja ruang tamu, kemudian Lutfi berjongkok kebawah tubuhku dan mulai menjilati vaginaku dari bawah. Mulutku meracau tidak karuan merasakan kenikmatan yang diberikan Lutfi, terlebih saat dia mengulum klitorisku. “Oohhh…. Lutfi, nikmat Lutfi…”

“Lutfi… kamu hebat Lutfi…, lidahmu nakal Lutfi… ooohhh….” Racauku

“Lutfi aku ingin rodalmu dimasukkan Lutfi… cepat Lutfi…. Ooohhh… ssshh…” Tidak ada lagi rasa maluku sebagai isteri orang, rasa maluku telah sirna digantikan oleh kenikmatan-kenikmatan yang diberikan bekas kakak kelasku ini.

Lutfi tidak menjawab, kemudian dia menggendongku dan dipapahnya aku menuju kamarku yang merupakan kamarku bersama suamiku. Diletakannya aku diatas ranjang pengantinku tersebut, kemudian ditekuknya kedua kakiku dan dibukanya lebar-lebar terlihat jelas vaginaku dari pososo Lutfi.

Kemudian diapun mulai memasukkan rodal besar dan panjang tersebut secara perlahan kedalam vaginaku yang telah sangat basah.

“Aahhh………” Teriakku merasakan nikmatnya tusukan Lutfi. Belum masuk sepenuhnya rodal Lutfi, sementara vaginaku telah terasa penuh sesak.

Tetapi Lutfi tidak menyerah, perlahan mulai dinaik turunkannya rodalnya, dalam beberapa kali goyang dengan sedikit memaksa ditusukkannya rodalnya sepenuhnya.

“Aahh…Lutfi…” Jeritku merasakan nyeri sedikit tapi nikmat luar biasa. Tak dapat kurasakan betapa nikmatnya saat itu. Terasa ada ruang dalam vaginaku yang selama ini belum tersentuh, sekarang telah dimasuki oleh rodal besar dan panjang milik Lutfi.

Lutfi mulai menggoyangkan pantatnya naik-turun. Pertama perlahan, semakin lama semakin cepat saja, membuatku menjerit dan meracau tidak karuan.

“Bagaimana Wat, kamu suka” Celoteh Lutfi.

Aku mengangguk malu.

“Besar mana rodalku dibanding suamimu” Tanya Lutfi.

Aku tidak menjawab.

“Besar mana rodalku dibanding punya suamimu Wat?” Tanyanya.

Akhirnya kujawab “Oohhh… besar punyamu Lutfi…”

Gejolak yang terpendam Sambungan. . .

Sekitar jam 5 sore itu kami pun pergi. Lutfi pulang sementara aku menjemput anakku dari les nya. Keesokan harinya suamiku pulang, kusambut suamiku dengan gembira.

Suamiku pun tampak gembira atas sambutanku ada rasa bersalah dalam diriku tetapi seketika itu juga kutepis. Setelah itu kusiapkan air hangat untuk suamiku mandi. Malam itu kami habiskan waktu dengan bercerita, khusunya mengenai pekerjaannya selama 2 hari diluar kota. Kami tidak melakukan hubungan badan malam itu karena suamiku kecapaian.

Besok paginya suamiku berangkat kerja untuk melaporkan hasil kerjanya selama 2 hari kepada pimpinannya. Seperti biasanya sebelum kekantor dia mengantarkan anak kami ke sekolahnya terlebih dahulu.

Setelah sendirian dirumah kutelpon Lutfi, aku katakan pada Lutfi untuk melupakan semua yang terjadi dan menghentikan kegilaan kemarin, cukup sampai disitu dan aku tak ingin berjumpa lagi dengannya. Lutfi kecewa mendengar pernyataanku tersebut tetapi akhirnya dia bisa menerimanya.

Kehidupanku kembali seperti biasanya, memang aku merasa berdosa tetapi demi keutuhan keluarga biarlah semua itu menjadi rahasia hidupku saja pikirku.

Dua tahun telah berlalu sejak kejadian tersebut, sementara kehidupan keluargaku tambah harmonis saja. Karir suamiku semakin meningkat yang tadinya hanya sebagai staff sekarang sudah dipromosikan sebagai Asisten Manejer, bahkan kata suamiku dia segera akan menjadi Manejer, tetapi untuk mencapai jabatan itu dia harus melanjutkan studinya keluar negeri.

Dengan meningkatnya karir suamiku, perekonomian keluargaku pun semakin membaik. Apabila dulu kami belum memiliki mobil pribadi hanya mobil inventaris kantor suamiku saja, sekarang kami telah memiliki sedan keluaran terbaru bermerk Honda.

Beberapa bulan kemudian datang surat dari kantor pusat suamiku, yang isinya menyarankan suamiku untuk melanjutkan studinya keluar negeri dengan dibiayai oleh perusahaan tempatnya bekerja selama kurang lebih 2 tahun. Setelah kami berunding, akhirnya aku merelakan dia pergi, toh itu demi kebaikan keluarga kami juga.

Seminggu kemudian suamiku pergi meninggalkan aku dan anakku untuk melanjutkan studinya keluar negeri. Sekarang dirumah ini hanya ada aku dan anakku saja, karena pembantuku sudah berhenti kerja 6 bulan lalu. Aku tidak berfikir untuk mencari penggantinya semua urusan rumah tangga sudah bisa aku lakukan sendiri.

Tiga bulan setelah kepergian suamiku, timbulah peristiwa ini. Saat itu kira-kira 100 meter disamping rumahku dibangun sebuah gedung yang lumayan besar, yang tak kusangka bahwa perusahaan yang membangun gedung tersebut adalah perusahaan dimana Lutfi bekerja, sedangkan Lutfi bertugas mengawasi pembangunan gedung tersebut.

Setiap pagi saat aku mengantar anakku sekolah atau kepasar selalu melewati bangunan yang sedang dikerjakan itu dan beberapa kali juga kulihat Lutfi sedang mengawasi pekerjanya atau sedang mengangkat alat-alat berat membantu buruh kerjanya. Entah Lutfi tahu atau tidak bahwa sedan putih yang setiap pagi lewat itu adalah mobilku. Tetapi aku merasa Lutfi mengetahuinya karena setiap aku lewat, Lutfi selalu mengamati dengan serius dan selalu tersenyum.

Hingga pada suatu hari kira-kira jam 3 sore, pada saat itu anakku sedang les sementara aku sedang menonton acara tv paforitku sendiri dirumah. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahku, setelah kubuka kulihat Lutfi yang berada didepan dia tersenyum dan menyapa.

“Hai Wati, sudah lama kita tak bertemu ya”

“Lutfi… aku kan sudah bilang kalo kita tak boleh ketemu lagi” Jawabku.

“Jangan marah dulu dong wat, aku kesini hanya mau minta kain perban sekalian mencuci lukaku ini” Kata Lutfi sambil memperlihatkan tangan kirinya yang terkoyak dan berdarah.

Awalnya ingin kuusir saja dia, tetapi melihat lukanya yang cukup parah aku kasihan juga.

“Ya udah, sini masuk biar kubersihkan dan kuobati” Jawabku spontan. Aku memang memiliki sedikit pengalaman mengobati luka-luka seperti itu, yang sejak dulu sudah biasa aku lakukan.

Lutfi pun kuajak masuk menuju belakang, kemudian kubersihkan lukanya dengan air hangat, kutetesi lukanya dengan betadine kemudian kelilitkan perban ke pergelangan tangannya. Selama aku mengobati lukanya tersebut, Lutfi tak henti-hentinya mengamatiku dari ujung rambut hingga kaki.

Seperti yang kukatakan sebelumnya kebiasaanku dirumah adalah memakai daster. Kebetulan daster yang kugunakan saat itu adalah daster yang berbahan tipis dan ujungnya pendek hingga 5cm diatas lutut.

Disela-sela mengamati tubuhku Lutfi berkata.

“Kamu semakin cantik aja Wat. Suamimu mana? Belum pulang kerja ya?”

“Oh.. dia sedang kuliah diluar negeri” Jawabanku tersebut spontan keluar begitu saja, membuat aku menyesal mengapa aku harus jujur, bukankah ini memberi kesempatan buat Lutfi untuk berlama-lama dirumahku pikirku.

“Pantas selama ini kuperhatikan kamu selalu sendirian menyetir mobilmu, mabil baru ya?” Tanyanya.

Sambil berkata demikian Lutfi menggeser sedikit posisi duduknya sehingga membuat mataku melirik kearah bagian bawah Lutfi. Tertangkap oleh mataku tonjolan rodal Lutfi yang besar dibalik celana jeansnya yang ketat.

Aku sedikit menyesal mengapa harus mengalihkan pandanganku kearah itu, jangan-jangan hal ini disengaja oleh Lutfi untuk memancing arah pandangku. Aku sempat berpikir apa sih yang dipikirkan oleh Lutfi hingga membuat rodalnya tegang seperti itu, dasar laki-laki makiku dalam hati. Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan Lutfi tadi.

Setelah selesai memasang perban ditangan Lutfi aku pun berdiri ingin mencuci tanganku. Tiba-tiba Lutfi berdiri juga dan memegang tanganku kemudian berusaha memelukku. Kutepis tangannya dan aku berusaha mendorongnya dengan kedua tanganku.

“Jangan Lutfi… hentikan!” Kataku sedikit berteriak.

“Wat, aku kangen padamu” Kata Lutfi dengan terus berusaha memelukku.

“Hentikan Lutfi..!” Kataku, kemudian kutampar wajah Lutfi dengan keras apalagi saat itu tanganku sedang memegang gunting yang kupergunakan untuk memotong perban tadi.

Lutfi pun menghentikan tindakannya, kemudian mundur dan duduk diatas dipan dalam ruang keluarga tersebut sambil memegang pipinya yang tampak berdarah bekas tamparanku tadi. Aku menjadi iba lagi melihat Lutfi, kemudian kudekati dia dan berkata.

“Maaf Lutfi, sakit ya” Kataku sambil memperhatikan pipi kiri bagian atasnya yang berdarah, mungkin kena ujung gunting saat kutampar tadi.

Aku duduk tepat disebelah Lutfi, kutiup lukanya dan kubersihkan darahnya dengan kapas luka, kemudian kutempelkan Handy plast dipipinya yang luka tersebut.

“Sekali lagi aku minta maaf ya Lutfi, lukamu jadi bertambah” Kataku.

“Nggak apa-apa Wat, aku juga minta maaf sudah keterlaluan tadi” Kata Lutfi menghiba.

Kuraih tangannya dan kukatakan.

“Nggak apa-apa Lutfi, aku juga salah padamu” Jawabku.

Lutfi mengangguk dan senyum, kemudian dia memelukku dengan lembut. Kali ini pelukannya tidak kutolak, kuanggap ini bentuk ketulusan maaf dari Lutfi.

Agak lama Lutfi memlukku, perasaanku berkecamuk antara menghentikan pelukan Lutfi atau merasakan dekapan dada Lutfi yang bidang yang membuat darahku berdesir. Tanpa sadar tanganku yang tadi menggenggam tangan kiri Lutfi menjadi semakin kuat genggamannya bahkan cenderung meremasnya.

Merasakan tindakanku tersebut, Lutfi kemudian mencium bagian belakang leherku. Hal itu membuatku menggelinjang, daerah tersebut adalah daerah sensitifku. Tangan kanan Lutfi yang sedari tadi menganggur mulai merayap menyisir bagian bawah dasterku, kemudian merayap masuk kedalam dasterku, mengelus pahaku bolak-balik.

Bulu kudukku berdiri, birahiku muncul dengan dahsyat karena hampir 3 bulan sudah aku tidak berhubungan badan dengan suamiku. Untuk sekali lagi aku tak dapat menahan godaan dari laki-laki yang bukan suamiku ini.

“Aah.. Lutfi” Kataku tak dapat menahan menyembunyikan perasaanku saat tangan Lutfi mulai masuk kebalik CD ku dan mulai mengusap-usap bibir vaginaku. Tak sampai disitu, jari-jari Lutfi mulai masuk mengaduk-aduk dalam vaginaku. Dua jarinya sekaligus masuk dalam vaginaku.

Sudah terlanjur basah sekalian saja mandi pikirku. Aku pun mulai meremas-remas tonjolan rodal Lutfi. Semakin lama remasanku semakin liar. Tak sampai disitu tanganku membuka kancing dan resleting jeans Lutfi tanpa membuka CD nya. Kumasukkan tanganku kebalik CD Lutfi terus kugenggam dan kuremas rodal Lutfi secara langsung, terasa besar sekali ditanganku.

Aku sudah lupa segalanya, aku pun turun dan berjongkok didepan Lutfi yang sedang duduk di dipan. Kuturunkan CD Lutfi tanpa melepasnya. Terpampanglah rodal besar Lutfi yang berdiri tegak, aku semakin bergairah melihatnya. Kuremas dan kumasukkan dalam mulutku kemudian kujilati kepala rodalnya.

“Oohh…” Lutfi melenguh merasakan nikmat kulumanku pada rodalnya. Jilatanku terus turun kebawah kujilati dan kukulum kedua biji pelir Lutfi. Lutfi meracau.

“Oohh… nikmat Wat, pintar sekali kamu Wat, Oohh…” Racau Lutfi.

Agak lama aku mengulum rodal Lutfi, akhirnya Lutfi pun tak tahan. Diangkatnya tubuhku dan didudukkannya diatas dipan sementara dia jongkok didepanku. Diangkatnya dasterku keatas hingga pinggang, kemudian ditekuknya kakiku diatas dipan dan tanpa melepas CD ku, dibukanya CD ku dari dari samping hingga vaginaku kini nampak jelas di hadapannya.

Sesaat kemudian lidahnya menjulur menggapai vaginaku, dijilatinya bibir vaginaku kemudian dimasukkannya lidahnya kedalam lubang vaginaku. Beberapa saat kemudian sambil lidahnya mengaduk-aduk lubang vaginaku jarinya ikut memainkan klitorisku.

“Oohh… Lutfi, nikmat sekali Lutfi…” Racauku. Baru kali ini aku diperlakukan seperti itu, sungguh nikmat sekali rasanya.

Beberapa lama kemudian diangkatnya tubuhku hingga berdiri, dilepasnya dasterku, bra ku, hingga CD ku. Aku pun sekarang telanjang bulat dihadapannya. Aku tak mau kalah kulepas kaos yang dipakai Lutfi, Lutfi membantu melepas jeans dan CD nya.

Kini kami berdua telanjang tanpa sehelai benang pun. Diraihnya payudaraku kemudian diisapnya secara bergantian kedua buah payudaraku. Sambil mengulum puting payudaraku diangkatnya kakai kiriku dan diletakannya diatas dipan kemudian dimasukannya rodal besarnya kedalam lubang vaginaku. Agak kesulitan nampaknya Lutfi mencari lubangnya, maka aku pun meraih rodalnya dan kupandu menuju lubang vaginaku.

Sluurp.. masuklah rodal panjang dan besar Lutfi kelubang vaginaku sekali lagi.

“Oohh…” Racauku nikmat. Baru kali ini aku merasakan bersetubuh dalam posisi berdiri, sungguh nikmat sekali.

Lutfi terus menggoyangkan pantatnya sambil mulutnya mengulum payudaraku secara bersamaan.
“Ooohh… Lutfi… kamu hebat Lutfi… Ooohh… nikmatnya Lutfi…” Racauku tanpa malu lagi.

Beberapa saat kemudian tubuhku kejang, rasanya aku akan keluar. Sementara Lutfi terus menggoyangkan pantatnya semakin lama semakin cepat saja. Lutfi menggigit-gigit kecil bagian atas payudaraku sambil terus menggoyang.

“Lutfi… aku mau keluar” Jeritku merasakan tubuhku semakin kejang

“Tahan dulu Wat, kita keluar bersama-sama” Jawab Lutfi.

“Ku keluarkan dimana Wat?” Tanya Lutfi lagi.

“Keluarkan aja didalam Lutfi, jangan lepas rodalmu ya Lutfi…” Racau ku.

Goyangan Lutfi semakin cepat dan cepat sekali, aku pun merasakan nikmat sekali.

“Lutfi… aku keluar…” Jeritku

“Aku juga keluar Wat… Aaargh…” Jerit Lutfi lagi.

Akhirnya kami bersamaan keluar, kemudian roboh dan duduk diatas dipan sambil berpelukan mesra.

Kurang lebih 20 menit istirahat, aku pun ijin untuk membersihkan badan dalam kamar mandi. Disaat aku mandi, Lutfi masuk dalam kamar mandi yang memang tidak kukunci.

Tersentak aku kaget karena tiba-tiba Lutfi mendekapku dari belakang. Diremasnya kedua payudaraku dengan kedua tangannya. Setelah puas meremas payudaraku, tangan kanannya merayap turun dan sampai dibibir vaginaku. Jari telunjuknya mulai masuk mengaduk-aduk lubang vaginaku.

Beberapa saat kemudian diangkatnya kakikiriku dengan tangan kanannya, keseimbanganku pun hilang tanganku meraih pinggiran bak mandi dan bertumpu disitu. Yang membuatku tambah kaget, Lutfi memasukkan rodalnya ke lubang vaginaku dari belakang.

“Oohh… Lutfi…” Jeritku saat rodal Lutfi masuk kedalam lubang vaginaku. Lutfi mulai menggoyangkan pantatnya. Baru pertama kali ini aku merasakan bersetubuh dalam posisi ini, ada rasa nyeri bercampur nikmat. rodal Lutfi terasa panjang sekali masuk dalam vaginaku.

Kembali terasa ada ruang dalam vaginaku yang selama ini belum tersentuh sekarang ditembus oleh rodal panjang dan besar milik Lutfi ini. Rasa nyeri telah sirna sekarang yang terasa adalah nikmat luar biasa.

Lutfi terus saja memaju-mudurkan pantatnya, semakin lama semakin cepat. “Plak. Plak. Plak” Bunyi peraduan goyangan Lutfi. Aku pun tak kalah ganas sambil Lutfi terus menggoyangkan pantatnya aku pun memberikan perlawanan dengan mengoyangkan pantatku yang semakin lama semakin liar.

Aku semakin bergairah dan racauku pun semakin menjadi-jadi.

“rodalmu nikmat Lutfi..” Jeritku

“Nikmat mana sama punya suamimu” Tanya Lutfi

“Jangan lecehkan aku Lutfi…” Jawabku

“Kamu nggak mau dilecehkan ya sayang” Tanya Lutfi dengan semakin mempercepat goyangannya.
Aku yang sudah terlanjur nikmat menjawab.

“Ooohhh… lecehkan saja aku Lutfi…Ooohh…” Jeritku

“rodalmu lebih nikmat dari punya suamiku Lutfi, lebih besar, lebih panjang Ooohh….” Racauanku sudah semakin lupa diri.

Akhirnya…

“Aku keluar Lutfi…Ooohhh….” Jeritku

“Aku juga keluar Wat” Sambung Lutfi.

Setelah beristiraha sejenak dikamar mandi, kami pun mandi bersama-sama.

News Feed